Sinopsis Novel Hafalan Salat Delisa
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun Pertama Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 248
Tahun Pertama Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 248
Novel manis yang satu ini mengangkat kisah seorang bocah perempuan bermata hijau telaga yang baru berusia 6 tahun. Gadis cilik tersebut bernama Delisa. Ia merupakan anak bungsu di dalam keluarganya. Adapun kakak-kakan Delisa adalah Cut Fatimah, Cut Zahra dan juga Cut Aisyah. Keluarga Delisa berdomisili di Lhok Nga. Delisa dan saudara-saudaranya hanya tinggal bersama Ummi, sebab sang Abi bekerja sebagai mekanik kapal yang berbulan-bulan ikut di kapal yang berlayar.
Meski merindu, tetapi Delisa tetap menjalani hari-hari mereka tanpa sang Abi. Suatu hari Delisa mendapat tugas dari sekolahnya. Tugas tersebut adalah menghafal bacaan salat. Delisa giat sekali menghapas bacaan-bacaan tersebut. Terlebih ummi menjanjikan ia hadiah jika Delisa berhasil menghafal baccan tersebut. Hadiah yang membuat Delisa semangat adalah kalung emas yang dijual di toko Ko Acan. Ko Acan sendiri merupakan sahabat Abi Delisa.
Tanggal 26 Desember tahun 2004, Delisa dan semua teman seisi kelasnya dijadwalkan mempraktekkan hafalan solat yang telah mereka hapalkan beberapa waktu. Saat tiba giliran Delisa, sembari mengucapkan bacaan solat, tiba-tiba bumi bergetar hebat. Semua tampak gonjang ganjing. Dan seketika, air laut mulai naik ke daratan dengan ganasnya. Ia bagai tangan raksasa yang merengkuh segala yang ia jumpai. Bencana tersebut adalah gempa hebat yang disusul tsunami. Kurang lebih 15.000 orang yang meninggal akibat bencana ini. Termasuk di dalamnya Ummi dan kakak-kakan Delisa.
Delisa sendiri selamat. Ia tersangkut di semak belukar. Siku kanan bocah tersebut patah dan kakinya bagian kanannya terjepit di bebatuan. Setelah 6 hari terjebak di tempat terebur, Delisa kemudian ditemukan oleh seorang prajurit relawan bernama Smith. Delisa yang dilihatnya sangat bercahaya kemudian membawa prajurit tersebut untuk masuk Islam.
Karena suasana yang kacau balau, Abi yang telah mengetahui bencana tersebut tak bisa menemukan Delisa. Ia menghabiskan beberapa waktu sebelum akhirnya bertemu gadis mungilnya. Saat bertemu Abinya, Delisa bercerita layaknya anak-anak yang tak mengerti apa-apa. Bencana tak menghapus keceriannya. Termasuk saat kaki kanan Delisa harus diamputasi, semuanya tak berhasil membuat ia murung. Ia bersama Abi menjalani hidupnya. menata dari awal. Meski jasad Ummi dan ketiga kakaknya belum ditemukan, tapi Delisa dan Abi harus hidup normal, begitu pikirnya.
Suatu waktu Delisa melihat ada sebuah pantulan cahaya yang mengganggu penglihatannya. Karena penasaran, Delisa pun mendekat. Dan tak disangka, cahaya tersebut merupakan pantulan kalung dengan huruf D. Dan kalung tersebut berada dalam pegangan seseorang. Ummi Delisa sendiri.
Kisah novel ini sangat menyentuh. Layak untuk Anda hadiahkan bagi keluarga terdekat utamanya anal-anak yang sedang menghafalkan bacaan solatnya. Buku ini bisa menjadi motivasi bagi mereka. Selamat berburu novel Hafalan Salat Delisa ya!
Sinopsis Novel Surat Dahlan
Penulis: Khrisna Pabichara
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Tahun Pertama Terbit: 2013
Jumlah Halaman: 378
Kalimat indah di atas merupakan penggalan perasaan Dahlan muda yang merindu keluarga di tengah perantauannya di Samarinda, Kalimantan. Dahlan memang melanjutkan kuliahnya di kota tersebut. Ia ingin membahagiakan Ayahnya juga menganggupi keinginan Aisa agar mereka kelak bertemu setelah berhasil meraih gelar sarjana. Dahlan menlanjutkan kuliah di PTAI Samarinda. Sebuah tempat yang tadinya ia anggap akan mengisi pengetahuan ke kepalanya. Tapi harapan Dahlan jauh meleset. Ia merasa apa yang diajarkan di kampusnya hanya sekedar teori. Karena sering merasa bosan, ia kemudian lebih sering meninggalkan kelas dan memilih pergi ke ruangan Pelajar Islam Indonesia (PII). Ia memang sangat aktif di organisasi tersebut.
Selain di PPI, Dahlan juga aktif di media kampus. Ia sering menulis sejumlah kritik pedas yang ia tujukan pada punggawa kampus. Sampai suatu hari, sepak terjangnya dipangkas habis-habisan dengan adanya larangan terbit bagi majalah tempat ia sering menuliskan idenya. Namun hal tersebut tidak menyrutkan tekad Dahlan untuk bersuara terhadap kejanggalan yang ada di sekelilingnya. Seiring berjalannya waktu, masa pemerintahan Orde Baru semakin membuat mahasiwa gerah. Dahlan dan sejumlah temannya yang tergabung dalam PPI kemudian mengadakan demo besar-besaran. Sayangnya, alih-alih didengar pemerintah, mereka malah dijadikan buronan dan dikejar-kejar tentara.
Dahlan bersusah payah menghindari kejaran tentara. Ia sampai harus terperosok ke dalam jurang. Namun ia selamat dan ditampung oleh perempuan tua yang panggil Nenek Saripa. Selama masa persembunyiannya, Dahlan memilih tinggal bersama perempuan renta baik hati tersebut. Pada masa inilah takdir mempertemukan ia dengan Sayid yang kemudian menawarkan Dahlan untuk bekerja sebagai wartawan di Mimbar Masyarakat.
Seiring keadaan politik yang membaik, status Dahlan sebagai buronan pun dihapuskan. Tapi masalah kembali menyapanya. Namun kali ini ia harus menyelesaikan masalah hatinya. Antara mengejar cinta pertamanya si Aisa, atau menerima pinangan temannya bernama Maryati atau memilih cinta baru seorang gadis yang baru dikenalnya, Nafisa. Pergulatan waktu akhirnya membawa Dahlan pada jodoh sejatinya, yakni Nafisa. Mereka akhirnya menikah dan memiliki beberapa orang anak.
Kesuksesan Dahlan mulai berdatangan sedikit demi sedikit. Perjalanan karirnya membawa ia bertualang dari Mimbar Rakyat ke Tempo dan bermuara di Jawa Pos. Semua ia jalani dengan sungguh-sungguh. Dan akhirnya, ia berhasil membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa menjadi seseorang yang sukses.
Novel Surat Dahlan ini sangat bagus untuk dihadiahkan bagi mereka yang sedang gigih memperjuangkan cita-cita mereka serta meneguhkan diri untuk tetap berbuat di jalan yang lurus meski banyak halangan yang menghadang. Kisah Pak Dahlan ini layak dijadikan contoh bagi generasi muda kita. Meski penulisan novel ini dibarengi isu politik yang kurang sedap, namun dari segi cerita, bagaimanapun buku ini layak untuk dibaca dan dipetik hikmatnya.
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Tahun Pertama Terbit: 2013
Jumlah Halaman: 378
Bagi setiap perantau sepertiku, rindu adalah hantu yang paling menakutkan. Tak ada yang tahu bagaimana ia mendatangiku setiap waktu.… begitu menyiksa, menggeretakkan tulang-tulang ketabahan.
Kalimat indah di atas merupakan penggalan perasaan Dahlan muda yang merindu keluarga di tengah perantauannya di Samarinda, Kalimantan. Dahlan memang melanjutkan kuliahnya di kota tersebut. Ia ingin membahagiakan Ayahnya juga menganggupi keinginan Aisa agar mereka kelak bertemu setelah berhasil meraih gelar sarjana. Dahlan menlanjutkan kuliah di PTAI Samarinda. Sebuah tempat yang tadinya ia anggap akan mengisi pengetahuan ke kepalanya. Tapi harapan Dahlan jauh meleset. Ia merasa apa yang diajarkan di kampusnya hanya sekedar teori. Karena sering merasa bosan, ia kemudian lebih sering meninggalkan kelas dan memilih pergi ke ruangan Pelajar Islam Indonesia (PII). Ia memang sangat aktif di organisasi tersebut.
Selain di PPI, Dahlan juga aktif di media kampus. Ia sering menulis sejumlah kritik pedas yang ia tujukan pada punggawa kampus. Sampai suatu hari, sepak terjangnya dipangkas habis-habisan dengan adanya larangan terbit bagi majalah tempat ia sering menuliskan idenya. Namun hal tersebut tidak menyrutkan tekad Dahlan untuk bersuara terhadap kejanggalan yang ada di sekelilingnya. Seiring berjalannya waktu, masa pemerintahan Orde Baru semakin membuat mahasiwa gerah. Dahlan dan sejumlah temannya yang tergabung dalam PPI kemudian mengadakan demo besar-besaran. Sayangnya, alih-alih didengar pemerintah, mereka malah dijadikan buronan dan dikejar-kejar tentara.
Dahlan bersusah payah menghindari kejaran tentara. Ia sampai harus terperosok ke dalam jurang. Namun ia selamat dan ditampung oleh perempuan tua yang panggil Nenek Saripa. Selama masa persembunyiannya, Dahlan memilih tinggal bersama perempuan renta baik hati tersebut. Pada masa inilah takdir mempertemukan ia dengan Sayid yang kemudian menawarkan Dahlan untuk bekerja sebagai wartawan di Mimbar Masyarakat.
Seiring keadaan politik yang membaik, status Dahlan sebagai buronan pun dihapuskan. Tapi masalah kembali menyapanya. Namun kali ini ia harus menyelesaikan masalah hatinya. Antara mengejar cinta pertamanya si Aisa, atau menerima pinangan temannya bernama Maryati atau memilih cinta baru seorang gadis yang baru dikenalnya, Nafisa. Pergulatan waktu akhirnya membawa Dahlan pada jodoh sejatinya, yakni Nafisa. Mereka akhirnya menikah dan memiliki beberapa orang anak.
Kesuksesan Dahlan mulai berdatangan sedikit demi sedikit. Perjalanan karirnya membawa ia bertualang dari Mimbar Rakyat ke Tempo dan bermuara di Jawa Pos. Semua ia jalani dengan sungguh-sungguh. Dan akhirnya, ia berhasil membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa menjadi seseorang yang sukses.
Novel Surat Dahlan ini sangat bagus untuk dihadiahkan bagi mereka yang sedang gigih memperjuangkan cita-cita mereka serta meneguhkan diri untuk tetap berbuat di jalan yang lurus meski banyak halangan yang menghadang. Kisah Pak Dahlan ini layak dijadikan contoh bagi generasi muda kita. Meski penulisan novel ini dibarengi isu politik yang kurang sedap, namun dari segi cerita, bagaimanapun buku ini layak untuk dibaca dan dipetik hikmatnya.
Sinopsis Novel Ranah 3 Warna
Penulis: Ahmad Fuadi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Pertama Terbit: 2011
Jumlah Halaman: 473
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Pertama Terbit: 2011
Jumlah Halaman: 473
Novel satu ini merupakan rangkaian kedua seri Triologi Negeri 5 Menara. Jadi praktis tokoh utama pada kisah ini masih sama dengan di buku pertamanya yakni, Negeri 5 Menara. Hanya saja, kisah yang ada di dalam bagian kedua ini lebih fokus pada kehidupan dan konflik yang dialami si Alif. Dikisahkan, ia baru saja tamat bersekolah dari Pondok Madani. Selepas dari pesantren, Alif dilingkupi banyak cita-cita, salah satunya adalah melanjutkan pendidikan di bidang teknologi, suskses seperti Pak Habibie dan kemudian hijrah ke Amerika Serikat. Namun keinginan Alif tersebut tiba-tiba dijegal fakta bahwa ia tak memiliki ijazah. Memang pada saat itu, pondok pesantren belum berwewenang untuk menerbitkan ijazah layaknya sekolah yang disubsidi pemerintah. Tapi hal tersebut tidak menggoyahkan cita-cita Alif. Ia kemudian berhasil memperoleh ijazah dengan mengikuti ujian penyetaraan.
Selanjutnya, Alif kemudian ikut ujian UMPTN dan berhasil kuliah di Bandung. Tepatnya di jurusan Hubungan Internasional. Meski tidak berhasil masuk ke ITB, tapi bagi Alif tak mengapa. Ia tetap menjalani kuliahnya dengan sungguh-sungguh. Meski ia sering mengalami masalah seperti keuangan dan semacamnya. Awalnya Alif hampir menyerah, hanya saja ia kembali teringat mantra “man shabara zhafira” yang artinya, siapa yang bersabar akan beruntung. Ia memilih unutk berjuang dan bersabar.
Pada akhirnya, Alif berhasil memperbaiki kondisi keuangannya dengan cara menulis. Bahkan dengan hasil menulis itu, ia bisa mengirimkan sedikit uang bagi keluarganya di kampung. Seiring berjalannya waktu, Alif tiba pada keberuntungannya yang pertama dimana ia terpilih sebagai mahasiswa utusan dalam program pertukaran belajar ke Benua Amerika. Alif memilih Negara Kanada. Di sana ia tinggal bersama keluarga angkat. Mereka sangat dekat. Saat tiba waktu Alif untuk kembali ke Indonesia, keluarga angkatnya di Kanada sangat sedih. Namun Alif meninggalkan janji untuk mereka, kelak ia akan kembali ke Kanada. Janji tersebut ditepatinya 11 tahun kemudian. Ia kembali berkunjung ke Kanada bersama isterinya.
Novel Ranah 3 Warna ini sangat cocok dibaca mereka yang takut bercita-cita. Dan kalaupun ada cita-cita, kita selalu mencemaskannya. Kisah Alif yang dikemas apik dalam novel ini memberikan kita paradigm kuat bahwa cita-cita harus selalu dikejar bagaimanapun caranya. Dan yang paling penting adalah mengawinkan usaha dengan kesabaran. Sebab, boleh jadi hasil kerja keras kita tidak nampak di awal tetapi di akhir. Jika di tengah jalan kita memtuskan menyerah, maka rugi besarlah kita.
Dari segi bahasa, penulisan novel ini cukup baik. Penulisnya cerkas dan tidak suka menghambur-hamburkan kata. Meski demikian, alur cerita tetap berjalan apa adanya tanpa terkesan buru-buru atau sebaliknya, terlalu lambat. Novel motovasi ini sangat cocok Anda hadiahkan bagi anak-anak agar semangatnya mengejar cita-cita bisa lebih kuat lagi.
Selanjutnya, Alif kemudian ikut ujian UMPTN dan berhasil kuliah di Bandung. Tepatnya di jurusan Hubungan Internasional. Meski tidak berhasil masuk ke ITB, tapi bagi Alif tak mengapa. Ia tetap menjalani kuliahnya dengan sungguh-sungguh. Meski ia sering mengalami masalah seperti keuangan dan semacamnya. Awalnya Alif hampir menyerah, hanya saja ia kembali teringat mantra “man shabara zhafira” yang artinya, siapa yang bersabar akan beruntung. Ia memilih unutk berjuang dan bersabar.
Pada akhirnya, Alif berhasil memperbaiki kondisi keuangannya dengan cara menulis. Bahkan dengan hasil menulis itu, ia bisa mengirimkan sedikit uang bagi keluarganya di kampung. Seiring berjalannya waktu, Alif tiba pada keberuntungannya yang pertama dimana ia terpilih sebagai mahasiswa utusan dalam program pertukaran belajar ke Benua Amerika. Alif memilih Negara Kanada. Di sana ia tinggal bersama keluarga angkat. Mereka sangat dekat. Saat tiba waktu Alif untuk kembali ke Indonesia, keluarga angkatnya di Kanada sangat sedih. Namun Alif meninggalkan janji untuk mereka, kelak ia akan kembali ke Kanada. Janji tersebut ditepatinya 11 tahun kemudian. Ia kembali berkunjung ke Kanada bersama isterinya.
Novel Ranah 3 Warna ini sangat cocok dibaca mereka yang takut bercita-cita. Dan kalaupun ada cita-cita, kita selalu mencemaskannya. Kisah Alif yang dikemas apik dalam novel ini memberikan kita paradigm kuat bahwa cita-cita harus selalu dikejar bagaimanapun caranya. Dan yang paling penting adalah mengawinkan usaha dengan kesabaran. Sebab, boleh jadi hasil kerja keras kita tidak nampak di awal tetapi di akhir. Jika di tengah jalan kita memtuskan menyerah, maka rugi besarlah kita.
Dari segi bahasa, penulisan novel ini cukup baik. Penulisnya cerkas dan tidak suka menghambur-hamburkan kata. Meski demikian, alur cerita tetap berjalan apa adanya tanpa terkesan buru-buru atau sebaliknya, terlalu lambat. Novel motovasi ini sangat cocok Anda hadiahkan bagi anak-anak agar semangatnya mengejar cita-cita bisa lebih kuat lagi.